Kuliner Indonesia
Seni kuliner kita cukup terkenal dan diakui di dunia internasional. Namun, sesungguhnya banyak hidangan yang kita anggap asli milik kita ternyata datang dari negara lain. Namun, berkat kreativitas nenek moyang kita dalam meramu rempah-rempahan, hidangan asing itu pun menjadi hidangan baru yang kita kenal sekarang ini.
Tidak bisa dipungkiri, dalam seni kuliner kita. pengaruh luar telah meninggalkan banyak jejak. Pengaruh luar itu antara lain dibawa oleh para perantau, penjajah atau kaum pedagang. Pengaruh tersebut bentuknya di setiap daerah berbeda-beda, tergantung pada budaya, agama dan adat istiadat setempat.
Rempah-rempahan kita yang dibawa ke Timur Tengah. misalnya. Setelah dikemas ulang, sewaktu dibawa lagi kemari sudah dalam bentuk baru. Demikian pula ketika pedagang-pedagang dari Gujarat membeli rempah-rempah kita. Sesampainya di tempat asal mereka, dipadukan dengan rempah-rempahan setempat. Kemudian saat mereka berlayar kembali ke Sumatra Utara dan Aceh. mereka tak lupa membawa paduan rempah-rempahan tadi.
Tak sedikit para perantau itu yang lalu menikahi gadis setempat. Mereka pun mengajarkan cara penggunaan bumbu mereka pada istri masing-masing. Alhasil, muncullah hidangan-hidangan yang kita kenal, seperti Nasi Kebuli. Pacri, Kari. Roti Jala dan Gulai Ikan Aceh. Yang disebut terakhir bumbunya merupakan perpaduan berbagai rempah-rempah lokal dengan rempah- rempah khas India seperti daun salam koja (di India disebut curry leaf). Aroma daun ini memberikan cita rasa khusus pada hidangan gulai tersebut.
Konon. orang di Sumatra Utara dan Aceh saja yang menggunakan daun salam koja sebagai bumbu. Sedang di daerah lain di Indonesia, penggunaan daun ini jarang dan sulit ditemukan.
Pengaruh Timur Tengah
Contoh masakan lain yang merupakan pengaruh dari orang lain adalah Satai. Daging ikan, ayam, kambing atau sapi yang ditusuk lidi dan dibakar ini diperkenalkan oleh orang-orang Timur Tengah dan India. Tentu saja dengan nama yang berbeda. Di sana mereka menyebutnya Kebab. Kebab dibawa ke Indonesia dan di setiap daerah persinggahan mengalami metamorfosa dalam bentuk ramuan bumbu yang berbeda. Tak heran jika tiap daerah di Indonesia memiliki satai yang berbeda bumbunya.
Satai Sulawesi berbeda dengan satai Tegal, meski keduanya tetap diberi nama sama. Di Sulawesi Utara, Satai dibumbui dengan rempah-rempahan setempat. seperti jahe, air jeruk, daun jeruk purut, bawang, dan cabai. Satai ini dikenal sebagai Satai dari Tambulinas. Pengaruh lain datang dari Cina. Pengaruh Cina bahkan bisa kita jumpai di seantero Nusantara, hanya saja seringkali tidak disadari. Kota-kota pelabuhan di pesisir Utara Pulau Jawa. misalnya. mengenal begitu banyak jenis hidangan yang oleh penduduk setempat diterima sebagai makanan asli. Di Cirebon, misalnya, ada Cap Cay Cirebon. Apa beda Cap Cay Cirebon dengan Cap Cay Jakarta? Di Cirebon Cap Cay harus terdiri dari 10 jenis sayuran yang harus diolah dalam hidangan berkuah. Semua itu masih ditambah sejenis kerupuk dari kulit perut sejenis ikan laut yang dikeringkan. Tanpa itu hidangan ini jangan disebut Cap Cay.
Dalam bahasa Hokian (salah satu daerah Cina), Cap memang berarti sepuluh. Cap Cay berarti 10 jenis sayuran. Tetapi bagi orang Jakarta. Cap Cay bisa saja dibuat dengan 4 atau 5 jenis sayuran.
KOKI YANG Negara mana lagi KREATIF yang mempengaruhi kuliner kita? Portugis dan Belanda. Keduanya memang pernah menjajah Indonesia. Ketika pada abad ke-16. Belanda berhasil merebut Malaka dari tangan Portugis, Portugis batik ke Maluku dan berusaha merebutnya kembali, tetapi gagal. Ketika Belanda datang, mereka sebagai musuh Portugis disambut baik. Sehingga dengan mudah mereka memperoleh pangkalan di Ambon, Ternate, Tidore, Banda dan Halmahera.
Tak heran kalau pengaruh masakan mereka lebih banyak mempengaruhi penduduk Indonesia Bagian Timur seperti Maluku, Papua, dan Sulawesi. Pernah mencoba Panada Manado? Panada merupakan makanan sehari-hari orang Manado yang sangat khas. Nama Panada diambil dari kata Portugis. Pan yang artinya roti. Roti yang digoreng ini kemudian diisi ikan.
Selain itu ada pula Onbekuk. Kue dari Belanda ini punya sejarah unik. Datangnya dari Belanda. Di sana sebenarnya namanya Ontbeijtkoek, diambil dari ontbijten, artinya sarapan. Di Belanda Ontbeijtkoek memang disantap untuk sarapan. Namun zaman dulu. kue ini tidak berpenampilan dan beraroma seperti sekarang ini. Melainkan hanya berupa bolu biasa.
Suatu hari seorang nyonya Belanda singgah di Manado. Kepada kokinya ia meminta dibuatkan kue bolu itu. Agaknya sang koki cukup kreatif. Ia menggantikan gula putih dengan gula merah. Tak sampai di situ, ia menambahkan rempah-rempahan seperti bubuk pala, cengkih dan kayumanis yang banyak tumbuh di Sulawesi Utara ke dalam adonan bolu tadi.
Ternyata perbuatannya sama sekali tidak mengundang amarah sang nyonya. Malah kreasinya itu amat disukai. Maka si nyonya pun membawa kue kreasi baru itu kembali ke negara asalnya. Tak ketinggalan aneka rempah yang dipakai oleh sang koki.
Modifikasi Masakan Luar
Nyata sekali, meski kita sering menerima masakan khas dari negara lain, namun kita tidak menerimanya begitu saja. Bumbu Kita masih ikut berbicara nada masakan baru itu. Selain Ontbekuk. contoh lain bisa kita lihat pada Daging Balapis yang hampir selalu kita jumpai pada nenu acara-acara kekeluargaan atau pesta di Sulawesi Utara.
Walaupun berkali-Kali merasakannya, mungkin tak seorang pun menduga kalau masakan ini merupakan modifikasi dari Lapyes Jerman. Maklumlah, di Manado Lapves sudah dibubuhi aneka rempah-rempahan setempat. Sebelum sampai di Manado. masakan dari potongan daging yang diiris tipis dan diungkep itu mula-mula singgah di Belanda. Dari sana oaru dibawa ke Manado. Dan kemudian diubah menjadi Daging Balapis vang termasuk masakan khas setempat.
Nasib yang sama terjadi pada Smoor Ayam. Nah, yang ini bukan hanya terkena pengaruh rempah-rempahan orang Manado. tetapi yang lebih lucu, juga mendapat pengaruh Cina Yakni dengan penambahan soun ke dalamnya.
Kuliner juga tak bisa lepas dari pengaruh kebiasaan. Contohnnya masakan Sumatera Barat. Budaya setempat membiasakan seorang anak laki-laki yang menginjak usia remaja, tinggal di luar rumah. Misalnya, di surau-surau. Semua itu membuat mereka cepat mandiri dan banyak yang memutuskan untuk merantau. Dalam perantauan tentu diperlukan bekal penyambung hidup. Bekal itu haruslah tahan lama dan sedapat mungkin tidak perlu dipanas-panaskan. Dari situlah lalu tercipta masakan yang dikenal sampai ke mancanegara. Ada Rendang, Dendeng Kayu, dan Ikan Asap.
Meskipun memiliki ciri khas tersendiri. toh masakan ini tak lepas dari pengaruh luar. Yakni penggunaan santan yang sebenarnya berakar dari cara memasak India.
Usianya Berabad-abad
Bali sebagai tempat eksotis yang sejak dulu kala menjadi idola para turis asing, tentu lebih besar kemungkinannya mendapatkan pengaruh kuliner asing. Sayang, seni kuliner Bali sering kurang didekati, karena masih sering dihubungkan dengan makanan yang dihidangkan dalam jumlah besar saat upacara adat. Padahal justru seni kuliner Bali sangat menarik untuk ditelusuri karena usianya yang telah berabad-abad. Lihat saja penggunaan bumbu dasarnya yang disebut base genep atau base gede. Kedua bumbu ini telah tercatat di dalam buku suci umat Hindu. di atas daun lontar.
Base gede pelengkap base genep. terdiri dari kurang lebih 27 jenis rempah-rempahan yang merupakan bumbu dasar untuk berbagai hidangan di Bali. ' Meskipun begitu. Bali pun tak luput dari pengaruh luar. Satai di Bali bahannya bisa dari cacahan daging ayam, sapi, atau ikan. Namanya pun beraneka. Satai Pulut. Pusut atau Empol. Satai-sataian ini ditambah dengan santan kental, rempah-rempahan dan dipulut atau ditekan pada ujung tusuk satai, mengingatkan kita pada jenis-jenis satai di Timur Tengah, India dan Eropa Timur. Satai tersebut rupanya berkelana sampai di Bali. Namun sebelumnya sempat singgah di Betawi. Ingat saja, Sesate Mentul Betawi yang dibuat dari cacahan daging kambing.
Penganekaragaman Pangan
Dengan berjalannya waktu, pola makan bangsa kita pun mengalami berbagai proses perkembangan. Salah satunya disebabkan program penganekaragaman pangan yang dicanangkan pemerintah. Program ini bertujuan memperbaiki menu makanan rakyat, terutama mereka yang berpenghasilan rendah. Diharapkan mereka dapat menganekaragamkan jenis makanan yang dikonsumsi, sehingga gizinya pun meningkat.
Usaha ini tak dapat lepas dari peranan organisasi masyarakat dan PKK dalam membudayakan makanan sehat yang terjangkau. Tentu saja usaha ini ikut mengembangkan seni kuliner kita menjadi kian beragam lagi. Daerah yang tadinya hanya mengonsumsi satu jenis pangan, sagu misalnya, dengan program ini mulai menambahkan bahan pokok lain ke dalam menu sehari-harinya.
Singkong yang dulu cuma dibuat gaplek, direbus, digoreng atau diolah menjadi berbagai penganan tradisional, kini tampil lebih aksi. Dengan dibuat jadi roti. cake, brownies, pie, es krim, pizza, puding bahkan satai singkong!
Akhir-akhir ini memang seni kuliner kita mulai kedatangan tamu baru. makanan bergaya barat. seperti ayam goreng aneka rasa, burger, lengkap dengan kentang gorengnya. Oleh sementara orang hidangan mi dianggap lebih bergengsi dan trendi. Meskipun begitu, seni kuliner Indonesia tetap menawan dan telah diakui berbobot dalam kancah gastronomi internasional!
style="display:inline-block;width:700px;height:90px"
data-ad-client="ca-pub-7942673198268668"
data-ad-slot="4111816447">
No comments:
Post a Comment